SHARE

Komisioner KPAI, Retno Listyarti

CARAPANDANG.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam aksi MS, guru di salah satu sekolah dasar negeri di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Aksi MS menjadi viral karena menghukum belasan siswa dengan memberi mereka makan sampah palstik. 

Sebanyak 16 siswa di hukum dengan disuruh memakan plastik karena dianggap berisik di kelas. Berdasarkan pengakuan para korban, sampah itu diambil dari dalam bak sampah di depan kelas. Pelaku guru kelas 4 (empat), sedangkan korban guru kelas 3.  

Peristiwa tersebut terjadi di kelas 3A. Saat itu, siswa di kelasnya ribut karena guru kelasnya belum datang. Oknum guru tersebut, yang sedang mengajar di kelas 4, mendatangi kelas 3A. Ia mengimbau kepada murid agar tidak ribut. Karena siswa ribut lagi, MS mendatangi kembali kelas 3A sambil menutup pintu kelas. MS mengambil sampah (plastic bekas bungkus makanan kering jajanan anak-anak) dan memasukan sampah-sampah tersebut ke mulut ke-16 siswa kelas 3A.

"Korban merasa trauma Akibat kejadian itu, sejumlah siswa mengalami trauma dan takut untuk masuk sekolah," kata Komisoner KPAI, Retno Listyarti.

Pihak sekolah mengaku telah menegur oknum guru tersebut.  Sekolah juga telah melakukan mediasi dengan para orangtua dan pihak Dinas Pendidikan Buton juga mengaku sudah menemui pihak sekolah dan kemudian membebas tugaskan oknum guru tersebut untuk sementara. Dinas Pendidikan Buton masih menunggu perkembangan kejadian ini. Terlebih lagi, kasus ini telah dilaporkan ke kepolisian oleh salah seorang keluarga siswa. 

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Buton AKP Aslim menerangkan, polisi sudah menerima laporan dari salah satu keluarga  korban. Polisi juga telah melakukan pemeriksaan terhadap korban dan orangtuanya. Selanjutnya akan memeriksa para saksi, termasuk anak-anak. saksi-saksi yang dipanggil yaitu dari pihak sekolah dan juga murid lain yang menjadi korban dari MS. 

"KPAI mengecam oknum guru SD, berinisial MS yang memberikan sanksi memasukan sampah ke mulut belasan peserta didik  yang dianggap bersalah karena berisik.  Sanksi semacam ini jelas sangat tidak mendidik, membahayakan kesehatan peserta didik  dan merupakan salah satu bentuk kekerasan," tutur Retno.

Halaman :